hostgator coupons

Selamat datang di Blog Aku

Ini Hanya Ungkapan Hati Dari Putra Daerah Tarutung

Jumat, 02 Mei 2008

PILKADA DAN ADAT

PILKADA

Seiring dengan ditetapkan dan dilaksanakannya Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 sebagai pengganti undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah terutama dalam hal pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah mempunyai peran yang sangat strategis dalam rangka pengembangan kehidupan keadilan, pemerataan dan kesejahteraan masyarakat.

Dalam undang-undang No 32 tahun 2004 yang menyatakan bahwa Kepala daerah dan wakil Kepala Daerah dipilih langsung dalam satu pasangan oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Hal ini merupakan salah satu wujud dari terbukanya demokrasi yang sebenarnya di Negara Republik Indonesia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tentang Pemilu yang LUBER (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) melalui pemungutan suara.

Tindak lanjut yang berasal dari Amandemen UUD 1945 telah melahirkan sebuah Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dimana undang-undang ini telah di implementasikan kepada petunjuk teknis dalam pelaksanaannya yang tercantum pada PP No 6 Tahun 2005 yang berisikan tentang Tahapan, Teknis Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah.

Dalam pelaksanaan Pilkada, peran serta Pemerintah dan masyarakat jela sangat diperlukan karena merupakan salah satu unsure yang sangat penting dalam perwujudan pesta demokrasi di Negara Republik Indonesia ini.

Peran serta Pemerintah dalam hal ini adalah sebagai lembaga yang mengatur tata pelaksanaan dalam pilkada mulai dari adanya persiapan sampai dengan pelaksanaan hingga tahap penghitungan suara serta pengangkatan pasangan calon yang menang.

Peran masyarakat merupakan hak memilih yang tercantum pada PP No 6 tahun 2005 pada pasal 15 menerangkan beberapa hal yang menjadi syarat menjadi pemilih adalah merupakan warga Negara Republik Indonesia dan pada hari pemilihan sudah berumur 17 tahun (tujuh belas) atau sudah/pernah kawin. Dalam hal ini juga dijelaskan bahwa pemilih dapat menggunakan hak pilihnya jika sudah terdaftar sebagai pemilih yang sah. Dibuktikan dari data pada pemerintah setempat.

ADAT

Negara Republik Indonesia yang ber-“Bhineka Tunggal Ika” berarti “Berbeda tetapi satu”. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memeliki ragam suku., agama dan dan budaya yang berbeda di setiap wilayahnya tetapi memiliki satu Negara yaitu Negara Republik Indonesia. Di dalam Negara kesatuan ini beberapa daerah masih memiliki budaya serta adat yang sangat kental dan ini sangatlah berperan dalam penjaringan aspirasi dengan adanya oganisasi-organisasi adat

Salah satu daerah yang masih sangat kental dengan adat adalah wilayah Sumatera Utara khususnya daerah Tapanuli yang merupakan asal masyarakat batak. Dalam adat masyarakat Batak dikenal dengan Adat “Dalihan Na Tolu yang berarti 3 (tiga) azas dalam adat batak, yaitu :

- Sangap mar hula-hula

- Elek mar boru

- Manat mar dongan tubu

Ketiga unsur diatas merupakan hal yang sangat vital dalam hubungan kekerabatan masyarakat batak di seluruh penjuru dunia terutama masyarakat yang tinggal di Bona Pasogit atau tanah kelahiran yang menjadi jalinan kekeluargaan yang sangat kuat pada lingkaran peradaban masyarakat batak.

PILKADA DAN ADAT

Seiring dengan waktu menuju terlaksananya pesta demokrasi di Negara Republik Indonesia ini terutama masalah Pilkada (pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah) sudah menjadi berita menarik dan ini mengakibatkan banyak sudah Tim-Tim Sukses yang telah diturunkan ke lapangan oleh para Pasangan Calon yang ikut ambil bagian dalam Pilkada dan telah menjadi tren di negara ini untuk melakukan berbagai cara untuk para pasangan calon dalam merebut hati masyarakat untuk ikut satu aspirasi dengan mereka dengan pengumpulan suara guna pemenangan Pilkada.

Daerah-daerah yang masih kental dengan Adat Istiadat dan budaya seperti daerah Sumatera Utara khususnya Kabupaten Tapanuli Utara yang akan melaksanakan Pilkada Gubernur dan Pilkada Bupati pada Tahun 2008 ini memang masih melakukan sistem kampanye pada koridor yang semestinya, tetapi bila jauh diamati secara mendalam secara tidak nyata ada beberapa pendekatan yang dilakukan untuk menjaring aspirasi dan penanaman simpati kepada masyarakat. Pendekatan yang dilakukan untuk saat ini dapat dilihat pendekatan secara adat istiadat dengan penggunaan asas dalam masyarakat batak yakni “ Dalihan Na Tolu” yang secara sisitematis merupakan sarana yang sangat vital dengan pendekatan terhadap organisasi-organisasi marga-marga yang ada.

Daerah Tapanuli yang mayoritas sukunya adalah suku batak yang masih teguh dengan adat istiadat. Mengingat hal tersebut sebagai masyarakat batak yang juga memiliki rasa sosial kekerabatan dan kekeluargaan yang sangat dibanggakan, itu dapat dilihat dari ungkapan yang mengatakan “ Dang tumagon tu Halak Adong Dope Hita” yang berarti “ Mengapa mesti ke Orang lain padahal kita masih ada”. Kata ini mengisyaratkan bahwa sifat sosial kekeluargaan itu tidak lekang dari diri masyarakat batak.

Kekeluargaan masyarakat atas asas “Dalihan Na Tolu” itu dibuktikan dengan banyaknya organisasi yang terbentu karena persatuan marga. Jika disikapi secara teliti maka pasangan calon yang akan ikut maju dalam pilkada tidak akan sulit untuk dapat menjaring aspirasi dan mengumpulkan suara, ini dikarenakan rasa sosial masyarakat batak yang tinggi.

Dalam sosialisasi dilapangan untuk menjaring aspirasi dalam pemenangan Pasangan Calon dalam Pilkada dapat dilihat dengan nyata peran aktif yang ditimbulkan adat istiadat daerah.

Dalihan Na Tolu sebagai pegangan dalam adat istiadat suku batak merupakan jaringan yang sangat besar dan luas sehingga hal ini akan membuat para pasangan calon lebih yakin untuk memperoleh jumlah suara dengan pendekatan dan dukungan kepada organisasi marga. Dalam kondisi yang berbasiskan adat Dalihan Na Tolu sosialisasi dilapangan akan lebih nampak nyata, dengan pembuktian seorang Lelaki Batak yang yang bermarga A menikah dengan Perempuana Batak bermarga B dengan sendirinya akan memilih pasangan calon yang mempunyai hubungan marga dengan mereka, dan begitu juga dengan marga-marga yang lain.

Dengan ini dapat dijelaskan Dalihan Na Tolu dalam adat istiadat suku batak merupakan sarana yang sangat vital dalam mengadakan penjaringan aspirasi dan pengumpulan suara utuk pemenangan pasangan calon dalam Pilkada.

Peran serta budaya masyarakat batak Dalihan Na Tolu bisa berarti diperlukan dalam Pesta Demokrasi Pilkada Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah khususnya di daerah Tapanuli yang merupakan basis suku batak.

Kondusifnya suatu wilayah merupakan keingina kita bersama terlebih ini merupaka salah satu modal dalam kelancaran pembangunan demi peningkatan pembangunan masyarakata yang adil sejahtera di Negara Republik Indonesia khususnya di daerah Tapanuli.

Penulis :

Haposan Hutauruk, SE

(Wartawan Sarana Buana Biro Taput)

BEBERAPA UMPAMA

BATAK YANG RELEVAN*)

A. Keterangan pembuka:

1. Jambar, adalah sesuatu yang diterima atau diperoleh seseorang, berdasarkan kedudukannya dalam adat Batak. Dapat dikatakan, “jambar” itu adalah hak pribadi atau suatu kelompok, karena kedudukannya dalam hubungan kekerabatan/adat.

Dalam kehidupan & budaya orang Batak, setidak-tidaknya dikenal lima jenis jambar, yakni: jambar ulos; jambar juhut (daging); jambar hepeng (uang); jambar hata; jambar pasahathon pasu-pasu (untuk memimpin doa dalam suatu acara khusus, sesuai dengan agama/iman kepercayaan kelompok yang menyelenggarakan acara).

2. Kalau ketiga jambar lain relatif tidak menuntut suatu kemampuan/keahlian khusus dari diri seseorang, karena cukup hanya menerima saja (paling-paling hanya perlu mengucapkan terimakasih), dua di antara jambar itu menuntut kemampuan atau kepandaian berbicara di hadapan umum, yakni jambar hata dan penyampaian doa pasu-pasu. Umumnya “jambar hata” dibagikan kepada orang-perseorangan, atau beberapa orang dalam satu kelompok (menurut “horong”: misalnya “horong” hula-hula; boru/bere; ale-ale & dongan sahuta; pemimpin lingkungan; dan menurut “kelompok Ompu,” di kalangan yang berkakak-adik (dongan tubu; kerabat semarga); dsb.

3. Pada dasarnya, penerima jambar hata selalu terdiri dari beberapa orang dalam kelompoknya. Sehingga mereka dapat memilih/menghormati salah satu di antara mereka untuk menyampaikannya (biasanya yang tertua, baik menurut umur maupun menurut kedudukan dalam “tarombo”; kalau memang mampu. Kalau tidak, jambar akan digeserkan kepada yang lebih muda, dsb).

Ada kalanya kelak, orang-orang tua atau yang dituakan dalam kelompok, sudah menjadi sangat langka, atau tidak punya kemampuan menerima kehormatan “jambar hata.” Karena itu, generasi yang lebih muda harus mempelajari atau mempersiapkan diri untuk itu, kalau mereka sadar bahwa adat Batak perlu dilestarikan.

4. Dalam buku ini, kami tidak bermaksud memberikan contoh-contoh bentuk kata-kata (sambutan) yang akan disampaikan oleh seseorang dalam hal memenuhi haknya menerima jambar hata dalam bentuk “prosa”. Hendaknyalah setiap orang mempelajarinya sendiri melalui nalarnya mengamati setiap jenis acara adat yang pernah diikutinya

.

B. Peranan penyampaian umpama (umpasa):

Seperti suku-suku bangsa lainnya di kawasan Nusantara, setidak-tidaknya kalangan suku-suku Melayu, semua sub-etnik dalam suku Batak juga menggunakan pepatah-petitih dalam hal setiap perhelatan adat; bahkan dalam occasion (peristiwa) lain, seperti misalnya kematian, kecelakaan, martandang (menemui dan berbicara dengan gadis-gadis yang diharapkan dapat dipinang), atau hanya untuk sekedar penyampaian nasehat, dlsb.

Karena jambar hata (dalam occasion apapun) seringkali menuntut, atau lebih baik ditutup atau disimpulkan melalui pengucapan umpama (umpasa), maka ada baiknya kami sajikan beberapa di antaranya untuk dikaji/dipelajari oleh generasi muda.

Yang disajikan di bawah hanyalah umpama (umpasa) yang kami anggap sederhana atau paling dasar, merupakan standar yang tidak terlalu sulit digunakan secara umum, dalam berbagai acara (occasion) itu. Kami menyajikan menurut kelompok penggunaannya.

1. Umpama dan tanya-jawab pembuka dalam hal menerima/penyampaian

makanan adat:

Dimulai dengan kata basa-basi (prosa) pembuka dari si penanya, maka perlu disambung dengan:

Asa, danggur-dangur barat ma tongon tu duhut-duhut

Nunga butong hita mangan, mahap marlompan juhut,

Ba haroan ni ulaonta on, dipaboa amanta suhut.

Atau: Ba, dia ma langkatna, dia unokna

Dia ma hatana, dia nidokna,

Haroan ni ulaonta on,

Tung tangkas ma dipaboa amanta suhut

Respons si-pemberi (pembawa) makanan:

Kata basa-basi pembukan (prosa), dan disambung:

Asa bagot na marhalto ma na tubu di robean

Ba horas ma hamu na manganhon, tu gandana ma di hami na mangalean

Ekstra:

Taringot di sipanganon na hupasahat hami rajanami

Molo tung na mangholit hami, sai ganda ma na hinolit tu joloansa on

Dan ditutup dengan:

Anggo sintuhu ni sipanganon masak na hupasahat hami

Ba, panggabean, parhorasan do rajanami (tu hula-hula); tu hamu raja ni haha-anggi

(bila makanan itu untuk kawula yang berkakak-adik)

Sambungan sapaan-pertanyaan dari si penerima makanan:

Dimulai lagi dengan kata basi-basi, dan disambung dengan:

Antong raja ni ……….; Asa tangkas ma uju Purba, tangkasan uju Angkola

Asa tangkas hita maduma, tangkasan hita mamora.

Jadi, asa songon hata ni natua-tua do dohonon:

Siangkup ninna, songon na hundul, jala siudur songon na mardalan

Ba, angkup ni angka na uli na denggan, tung tungkas ma dipaboa amanta suhut,

Asa adong sibegeon ni pinggol, sipeopon ni roha.

Jawaban penutup:

I ma tutu rajanami, nunga apala dipadua hali raja i manungkun

Ba saonari, tung tangkas ma antong paboaonnami:

Anggo siangkupna dohot sidonganna rajanami, ima:……..

(dia ceritakan secara singkat dalam bentuk prosa, maksud tujuan acara adat itu)

2. Umpama dalam berbagai perhelatan, yang memintakan berkat:

a. Perkawinan (kepada penganten)— Biasanya umpama ini harus disampaikan dengan jumlah ganjil; mis: satu, tiga, lima, tujuh dsb. Di zaman modern ini di perantauan (karena soal faktor keterbatasan waktu), terutama bagi generasi muda, boleh saja mengucapkan hanya satu saja. Kalau mampu menghafalnya, boleh sampai tiga umpama:

Contoh:

1) Bintang na rimiris ma, tu ombun na sumorop Asa anak pe antong di hamu riris, boru pe antong torop

2) Tubuan laklak ma, tubuan sikkoru di dolok ni Purbatua Sai tubuan anak, tubuan boru ma hamu, donganmu sarimatua

3) Pir ma pongki, bahul-bahul pansalongan Sai pir ma tondimuna, jala tongtong hamu masihaholongan

4) Pinantik hujur tu jolo ni tapian

Tusi hamu mangalangka, tusi ma dapot parsaulian

5) Pangkat-hotang.Tu dia hamu mangalangka, tusi ma dapot pangomoan

6) Tangki jala hualang, garinggang jala garege

Tubuan anak ma hamu, partahi jala ulubalang

Tubuan boru par-mas jala pareme.

7) Tubu ma hariara, di tonga-tonga ni huta

Sai tubu ma anak dohot borumu

Na mora jala na martua

Kalau “umpama” diucapkan (disampaikan) hanya satu (single) di antara umpama di atas, tak tak perlu ada umpama penutup. Tapi kalau menyampaikan dua atau empat, atau bahkan enam, sebaiknya ditutup dengan umpama pembuat jumlah-ganjil berikut:

Asa, sahat-sahat ni solu ma, sahat tu bontean

Sai sahat ma hita on sude mangolu,

Sahat ma tu parhorasan, sahat tu panggabean.

Bila kita harus menyampaikan ulos pansamot (kepada orangtua penganten laki-laki) atau kepada besan kita: beberapa umpama yang relevan antara lain adalah:

1) Andor halukka ma patogu-togu lombu

Saur ma hamu matua, patogu-togu pahompu

2) Eme sitamba-tua ma parlinggoman ni siborok

Tuhanta Debata do silehon tua, sude ma hita on diparorot

3) Tubu ma dingin-dingin di tonga-tonga ni huta

Saur ma hita madingin, tumangkas hita mamora

4) Sitorop ma dangkana, sitorop rantingna

Sitorop ma nang bulungna

Sai torop ma hahana, torop anggina

Torop ma nang boruna

Umpama di atas, dapat pula dipakai untuk memberikan kata berkat/pasu-pasu kepada pihak lain, termasuk dalam bentuk acara “selamatan” lain-lain; dan tentu saja sebaiknya ditutup dengan ”Sahat-sahat ni solu……dst.”.

b. Tuntunan dari pihak hula-hula kepada pihak boru, karena menerima permintaan bimbingan (paniroion) terhadap pembicaraan pihak-suhut dengan pihak besan-nya:

Lebih dahulu mengucapkan kata basa-basi tuntunan secara “prosa”, dan diakhiri dengan puisi (umpama) berikut:

Asa balintang ma pagabe, tumundalhon sitadoan

Arimuna ma gabe, ai nunga hamu masipaolo-oloan

c. Mangampu (mengucapkan kata sambutan terimaksih) terhadap kata-kata ucapan syukur dari pihak hula-hula, atau pihak lain untuk kita:

Setelah mengucapkan kata-kata mangampu secara “prosa”, maka diakahiri dengan puisi (umpama) berikut:

1). Asa turtu ma ninna anduhur, tio ninna lote

Sude hata na denggan, hata nauli na pinasahatmuna i

Sai unang ma muba, unang ma mose.

2). Tingko ma inggir-inggir, bulungna i rata-rata

Di angka pasu-pasu na nipinasahatmuna, pasauthon ma Tuhanta Debata

3). Asa naung sampulu pitu ma, jumadi sampulu-alu

Sude hata na uli na pinsahatmunai, ampuonnami ma i martonga ni jabu.

d. Umpama oleh Raja-parhata dari pihak parboru dalam hal mengucapkan dan akan membagi uang “ingot-ingot” (setelah menerima porsi dari pihak paranak untuk digabungkan):

Nunga jumpang tali-aksa ihot ni ogung oloan

Nunga sidung sude hata, ala tangkas do hita masipaolo-oloan

Bulung ni losa ma tu bulung ni indot

Bulung motung mardua rupa,

Sude na tahatai i ingkon taingot

Asa unang adong hita na lupa ….; Ingot-ingot; ingot-ingot; ingot-ingot.

e. Umpana dalam waktu menutup pembicaraan dalam pesta-kawin: dengan cara membagi uang “Olop-olop,” oleh Raja-parhata fihak parboru, setelah menerima porsi uang olop-olop dari fihak paranak untuk digabungkan:

Asa binanga ni Sihombing ma binongkak ni Tarabunga

Tu sanggar ma amporik, to lombang ma satua

Sinur ma na pinahan, jala gabe na niula

Simbur magodang angka dakdanak songon ulluson pura-pura

Hipas angka na magodang tu pengpengna laho matua

Horas pardalan-dalan, mangomo nang partiga-tiga

Manumpak ma Tuhanta dihorasi hita saluhutna,…

Asa aek siuruk-uruk, ma tu silanlan aek Toba

Na metmet soadong marungut-ungut, na magodang sude marlas ni roha…

Olop-olop; olop-olop; olop-olop.

f. Dukacita: Hanya dalam keadaan duka-cita yang mendalam, karena kematian di luar bentuk “saur-matua” (terkadang juga di luar “sarimatua”):

Setelah mengucapkan kata-kata penghiburan dalam bentuk prosa; maka ditutup dengan puisi (umpama):

Asa songon hata ni umpama ma dohononku:

Bagot na madungdung ma, tu pilo-pilo na marajar

Sai salpu ma angka na lungun, sai ro ma angka na jagar.

Atau: Hotang binebebe, hotang pinulos-pulos

Unang hamu mandele, ai godang do tudos-tudos.

g. Nasehat: untuk yang tak mungkin menikmati/memperoleh lagi sesuatu seperti di masa lalu:

Ndang tardanggur be na gaung di dolok ni Sipakpahi

Ndang haulahan be na dung, songon sibokka siapari.

0 comments: